S
|
ecara natural, manusia terlahir untuk meraih
prestasi. Allah telah mendesain organ tubuh manusia dengan berbagai macam
potensi dan perangkat yang telah siap diekplorasi untuk mencapai prestasi.
Manusia yang hidup tanpa prestasi berarti telah mematikan potensi diri yang
telah Allah amanahkan.
Ketika manusia berhasil
membimgkai prestasi dalam kesalehan berarti ia telah menata hidupnya sesuai
dengan kefitrahan. Manusia Allah ciptakan dengan perangkat-perangkatyang siap
untuk aktivitas-aktivitas seleh. Mari kita simak pesan Rasul berikut:
Abu Hurairah Radliallahu ’anhu
berkata: Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Kemudian orang tuanya lah yang akan menjadikan anak itu
menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan
binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat cacat padanya?” (HR.
Imam bukhari)
Berdasarkan hadis ini, ketika
seorang remaja berhasil menghiasi dirinya dengan energi-energi salehdi setiap
aktivitasnya berarti ia telah berjalan pada kefitrahan. Setiap remaja yang
berhasil melahirkan prestasi dalam bingkai kesalehan akan mengalami stabilisasi
dan harmonisasi jiwa. Prestai dengan kefitrahan adalah prestasi yang mampu
membahagiakan diri untuk selanjutnya energi ini ditularkan kepada orang lain
sehingga mampu menembus dimensi langit (red-pahala). Akan tetapi, ketika
prestasi di bingkai dangan energi-energi maksiat berarti ia telah lari dari
kefitrahan dirinya sendiri. Maka sebagai konsekuensinya akan lahir kegersangan
dan kegelisahan jiwa. Prestasi-prestasi yang telah di capai dengan
energi-energi maksiat hanyalah prestasi-prestasi semu tanpa mampu untuk
menembus dimensi langit (miskin pahala).
Apa itu
prestasi?
Setiap orang memiliki makna
dari prestasi sesuai dengan gaya dan paradigma hidup. Seorang kantoran akan
memaknai prestasi ketika ia berhasil menduduki jabatan-jabatan strategis pada
setiap lininya. Sedangkan mereka yang di sibukkan dengan dunia usaha akan memaknai
prestasi ketika mereka berhasil meraih keuntungan di setiap omset penjualannya.
Bagi seorang kontraktor, keberhasilan akan di maknai dengan kemenangan di
setiap tender sehingga berhasil meraup keuntungan di setiap kontraknya. Untuk
kalangan akademis, gelar tertinggi sebagai profesor dan jabatan akademik
menjadi standar sebuah keberhasilan.
Bagi seoarang remaja, sukses
manjadi multi makna. Bagi mereka yang merajut cinta asmara, kesuksesan dimaknai
dengan keberhasilan melanggengkan percintaan pada episode-episode berikutnya.
Sedangkan bagi remaja yang sedang asyik dengan materi-materi pelajarannya,
kesuksesan akan dimaknai ketika ia telah mencapai angka-angka tertinggi sebagi
perwujudan dari sebuah prestasi.
Remaja cerdas akan berusaha memaknai kesuksesan
bukan melihat pada fropesi, akan tetapi sejauh mana fropesi tersebut mampu
untuk memberikan kontribusi dan manfaat bagi orang lain. Seorang pejabat ketika
mampu menjadikan jabatannya sebagai media untuk berbagi (red-membantu) kepaada
orang lain maka orang tersebut telah
menjadi orang yang sukses, apapun pangkat dan jabatan yang ia emban.
Akan tatapi, ketika jabatan hanya menjadi fasilatas individualistik tanpa mampu
berbagi kepada orang lain, maka pejabat tersebut telah menjadi orang yang gagal
dunia dan akhirat, walaupun secara fisik ia telah memiliki fasilitas hidup yang
serba mewah. Allah bukan melihat dari
kekayaan dan kecerdasan dengan berbagai macam syaratnya. Akan tetapi yang
menjadi nilai dan penilaian di sisi Allah adalah sejauh mana kekayaan dan
kemampuan intelektual mampu melahirkan karya-karya positif bagi orang lain.
Prestasi
akan mencapai klimaksnya ketika setiap potensi yang dimiliki telah berhasil
melahirkan aktivitas-aktivitas kesalehan yang dapat dirasakan orang lain dan
mampu menembus dimensi langit (red-bernilai pahala). Seorang remaja yang telah berusaha
mengeksplorasikan energi positifnya dalam kreatifitas-kreatifitas shaleh dalam
pandangan Allah telah termasuk dalam kategori remaja sukses, terlepas
bagaimanapun hasil yang akan diraih. Kesuksesan adalah milik Allah, manusia
hanya dituntun untuk menjalani proses dari pencapaian kesuksesan tersebut.
Sementara itu klimaks dari kegagalan adalah ketika manusia telah doberikan
berbagai macam potensi dan segala macam fasilitas hidup yang hanya dinikmati
secara individual tanpa mampu dibagi kepada orang lain. Setiap karya dan aksi
yang dilakukan semuanya harus bernilai financial dan keuntungan duniawi.
Kesuksesan semacam ini hanyalah kesuksesan-kesuksesan sesaat yang hanya
berdimensi bumi tanpa mampu menembus dimensi langit. Setiap orang bisa untuk
meraih kesuksesan. Karena kesuksesan bukan dinilai dari aspek fisik, akan
tetapi sukses di mata Allah adalah kemampuan untuk memberi.
Remaja yang hidupnya hanya mengumbar nafsu
dengan fasilitas serba mewah, bukan termasuk generasi sukses. Tipikal remaja
semacam ini hanya akan melahirkan karya-karya maksiat dari setiap aksinya.
Untuk melahirkan kesuksesan yang mampu untuk menembus dimensi langit, maka
diperlukan suatu energi. Energi inilah
yang diistilahkan dengan energi shaleh, yaitu energi yang mampu menyalurkan
kreatifitas-kreatifitas produktif dalam setiap aksinya.
Apa itu energi shaleh?
Untuk menjadi orang saleh bukanlah suatu yang
sulit. Apapun profesi yang diemban manusia di muka bumi, semuanya berpotensi
untuk melahirkan kesalehan. Mungkin sebagian orang berasumsi, kesalehan hanya
akan tereksplorasi oleh mereka yang berlabel agama yang terkonsentrasi pada
aktifitas-aktifitas religius.
Suatu
aktifitas bernilai saleh ketika dimulai dengan niat yang baik dan diproses
dengan aktifitas-aktifitas ikhlas tanpa ada pertentangan nilai-nilai syari’at.
Allah tidak melihat dari bentuk fisik dari suatu aktifitas, akan tetapi yang
menjadi penilaian Allah adalah motif dari aktifitas tersebut.
Setiap aktifitas religius belum tentu akan
bernilai saleh dalam pandangan Allah ketiak ia berorientasi kepentingan
(red-tidak ikhlas). Aktifitas seorang ulama belum tentu bernilai suatu
kesalehan dalam pandangan Allah ketika aktifitas tersebut berorientasi dunia.
Mari kita perhatikan ungkapan Rasulullah yang dikutip oleh Syekh Ibrahim Bin
Ismail pada kitabnya yang bertajuk “Ta’lim wa muta’allim” pada halaman 10:
“Berapa banyak aktifitas yang terformat secara
religius hanya menjadi akfitifitas duniawi disebabkan niat yang salah”
Akan tetapi, aktifitas seorang fisikawan,
kimiawan, farmakalog, geolog, psikiater, dan pakar keilmuan lainnya yang
seolah-olah bersifat keduniawian akan bernilai saleh jika dilandasi dengan
keikhlasan dan mampu untuk memberi kontribusi positif untuk kepentingan orang
banyak. Rasulullah melanjutkan sabdanya.
“berapa banyak aktifitas yang terformat dengan
format duniawi menjadi aktifitas yang bernilai pahala dikarenakan niat yang
baik”
Secara sederhana, setiap aktifitas akan bernilai
saleh ketika terpenuhi tiga syarat, sebagai berikut:
-
Dimulai dengan koneksi
dengan Allah (red-ikhlas) sebagai media dimensi langit
-
Tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syari’at
-
Berorientasi untuk
kepentingan kolektif
Ketika suatu akftifitas mampu menghimpun ketiga
komponen di atas, apapun jenis aktifitas tersebut maka akan menjelma menjadi
saldo-saldo yang pahala yang nantinya akan Allah persembahkan sebagai kado istimewa
untuk menebus surganya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar