Memaknai Prestasi Dalam Bingkai Kesalehan

Oleh: H. Nasrullah, Lc., MHI

S
ecara natural, manusia terlahir untuk meraih prestasi. Allah telah mendesain organ tubuh manusia dengan berbagai macam potensi dan perangkat yang telah siap diekplorasi untuk mencapai prestasi. Manusia yang hidup tanpa prestasi berarti telah mematikan potensi diri yang telah Allah amanahkan.
Ketika manusia berhasil membimgkai prestasi dalam kesalehan berarti ia telah menata hidupnya sesuai dengan kefitrahan. Manusia Allah ciptakan dengan perangkat-perangkatyang siap untuk aktivitas-aktivitas seleh. Mari kita simak pesan Rasul berikut:
Abu Hurairah Radliallahu ’anhu berkata: Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian orang tuanya lah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat cacat padanya?” (HR. Imam bukhari)
Berdasarkan hadis ini, ketika seorang remaja berhasil menghiasi dirinya dengan energi-energi salehdi setiap aktivitasnya berarti ia telah berjalan pada kefitrahan. Setiap remaja yang berhasil melahirkan prestasi dalam bingkai kesalehan akan mengalami stabilisasi dan harmonisasi jiwa. Prestai dengan kefitrahan adalah prestasi yang mampu membahagiakan diri untuk selanjutnya energi ini ditularkan kepada orang lain sehingga mampu menembus dimensi langit (red-pahala). Akan tetapi, ketika prestasi di bingkai dangan energi-energi maksiat berarti ia telah lari dari kefitrahan dirinya sendiri. Maka sebagai konsekuensinya akan lahir kegersangan dan kegelisahan jiwa. Prestasi-prestasi yang telah di capai dengan energi-energi maksiat hanyalah prestasi-prestasi semu tanpa mampu untuk menembus dimensi langit (miskin pahala).
Apa itu prestasi?  
Setiap orang memiliki makna dari prestasi sesuai dengan gaya dan paradigma hidup. Seorang kantoran akan memaknai prestasi ketika ia berhasil menduduki jabatan-jabatan strategis pada setiap lininya. Sedangkan mereka yang di sibukkan dengan dunia usaha akan memaknai prestasi ketika mereka berhasil meraih keuntungan di setiap omset penjualannya. Bagi seorang kontraktor, keberhasilan akan di maknai dengan kemenangan di setiap tender sehingga berhasil meraup keuntungan di setiap kontraknya. Untuk kalangan akademis, gelar tertinggi sebagai profesor dan jabatan akademik menjadi standar sebuah keberhasilan.
Bagi seoarang remaja, sukses manjadi multi makna. Bagi mereka yang merajut cinta asmara, kesuksesan dimaknai dengan keberhasilan melanggengkan percintaan pada episode-episode berikutnya. Sedangkan bagi remaja yang sedang asyik dengan materi-materi pelajarannya, kesuksesan akan dimaknai ketika ia telah mencapai angka-angka tertinggi sebagi perwujudan dari sebuah prestasi.
Remaja cerdas akan berusaha memaknai kesuksesan bukan melihat pada fropesi, akan tetapi sejauh mana fropesi tersebut mampu untuk memberikan kontribusi dan manfaat bagi orang lain. Seorang pejabat ketika mampu menjadikan jabatannya sebagai media untuk berbagi (red-membantu) kepaada orang lain maka orang tersebut telah  menjadi orang yang sukses, apapun pangkat dan jabatan yang ia emban. Akan tatapi, ketika jabatan hanya menjadi fasilatas individualistik tanpa mampu berbagi kepada orang lain, maka pejabat tersebut telah menjadi orang yang gagal dunia dan akhirat, walaupun secara fisik ia telah memiliki fasilitas hidup yang serba mewah. Allah bukan melihat  dari kekayaan dan kecerdasan dengan berbagai macam syaratnya. Akan tetapi yang menjadi nilai dan penilaian di sisi Allah adalah sejauh mana kekayaan dan kemampuan intelektual mampu melahirkan karya-karya positif bagi orang lain.
Kajian UtamaPrestasi akan mencapai klimaksnya ketika setiap potensi yang dimiliki telah berhasil melahirkan aktivitas-aktivitas kesalehan yang dapat dirasakan orang lain dan mampu menembus dimensi langit (red-bernilai pahala).  Seorang remaja yang telah berusaha mengeksplorasikan energi positifnya dalam kreatifitas-kreatifitas shaleh dalam pandangan Allah telah termasuk dalam kategori remaja sukses, terlepas bagaimanapun hasil yang akan diraih. Kesuksesan adalah milik Allah, manusia hanya dituntun untuk menjalani proses dari pencapaian kesuksesan tersebut. Sementara itu klimaks dari kegagalan adalah ketika manusia telah doberikan berbagai macam potensi dan segala macam fasilitas hidup yang hanya dinikmati secara individual tanpa mampu dibagi kepada orang lain. Setiap karya dan aksi yang dilakukan semuanya harus bernilai financial dan keuntungan duniawi. Kesuksesan semacam ini hanyalah kesuksesan-kesuksesan sesaat yang hanya berdimensi bumi tanpa mampu menembus dimensi langit. Setiap orang bisa untuk meraih kesuksesan. Karena kesuksesan bukan dinilai dari aspek fisik, akan tetapi sukses di mata Allah adalah kemampuan untuk memberi.
Remaja yang hidupnya hanya mengumbar nafsu dengan fasilitas serba mewah, bukan termasuk generasi sukses. Tipikal remaja semacam ini hanya akan melahirkan karya-karya maksiat dari setiap aksinya. Untuk melahirkan kesuksesan yang mampu untuk menembus dimensi langit, maka diperlukan suatu energi.  Energi inilah yang diistilahkan dengan energi shaleh, yaitu energi yang mampu menyalurkan kreatifitas-kreatifitas produktif dalam setiap aksinya.
Apa itu energi shaleh?
Untuk menjadi orang saleh bukanlah suatu yang sulit. Apapun profesi yang diemban manusia di muka bumi, semuanya berpotensi untuk melahirkan kesalehan. Mungkin sebagian orang berasumsi, kesalehan hanya akan tereksplorasi oleh mereka yang berlabel agama yang terkonsentrasi pada aktifitas-aktifitas religius.
Kajian UtamaSuatu aktifitas bernilai saleh ketika dimulai dengan niat yang baik dan diproses dengan aktifitas-aktifitas ikhlas tanpa ada pertentangan nilai-nilai syari’at. Allah tidak melihat dari bentuk fisik dari suatu aktifitas, akan tetapi yang menjadi penilaian Allah adalah motif dari aktifitas tersebut.
Setiap aktifitas religius belum tentu akan bernilai saleh dalam pandangan Allah ketiak ia berorientasi kepentingan (red-tidak ikhlas). Aktifitas seorang ulama belum tentu bernilai suatu kesalehan dalam pandangan Allah ketika aktifitas tersebut berorientasi dunia. Mari kita perhatikan ungkapan Rasulullah yang dikutip oleh Syekh Ibrahim Bin Ismail pada kitabnya yang bertajuk “Ta’lim wa muta’allim” pada halaman 10:
“Berapa banyak aktifitas yang terformat secara religius hanya menjadi akfitifitas duniawi disebabkan niat yang salah”
Akan tetapi, aktifitas seorang fisikawan, kimiawan, farmakalog, geolog, psikiater, dan pakar keilmuan lainnya yang seolah-olah bersifat keduniawian akan bernilai saleh jika dilandasi dengan keikhlasan dan mampu untuk memberi kontribusi positif untuk kepentingan orang banyak. Rasulullah melanjutkan sabdanya.
“berapa banyak aktifitas yang terformat dengan format duniawi menjadi aktifitas yang bernilai pahala dikarenakan niat yang baik”
Secara sederhana, setiap aktifitas akan bernilai saleh ketika terpenuhi tiga syarat, sebagai berikut:
-          Dimulai dengan koneksi dengan Allah (red-ikhlas) sebagai media dimensi langit
-          Tidak bertentangan dengan nilai-nilai syari’at
-          Berorientasi untuk kepentingan kolektif
Ketika suatu akftifitas mampu menghimpun ketiga komponen di atas, apapun jenis aktifitas tersebut maka akan menjelma menjadi saldo-saldo yang pahala yang nantinya akan Allah persembahkan sebagai kado istimewa untuk menebus surganya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar