Tanah Liat dan Keramik


Tanah liat
Di salah satu sudut sebuah toko keramik, terdapat sebuah cangkir keramik yang sangat indah dan bernilai tinggi, karena cangkir itu penuh dengan cita rasa seni yang sangat tinggi, begitu indah, memukau. Sayang, harganyapun selangit, mungkin hanya segelintir orang yang mampu memilikinya.
Suatu saat, ada seorang gadis cantik yang terpesona akan keindahan cangkir tersebut. Ia berjalan mendekati etalase kaca sambil berkata “Subhanallah, teramat cantik cangkir ini, seumur hidup, inilah cangkir terbaik yang pernah aku lihat!” saat si gadis bermain dengan imajinasinya, tiba-tiba cangkir itu berbicara, “Terimakasih atas perhatiannya wahai gadis cantik. Tapi perlu kamu ketahui bahwa sebelumnya aku tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanya seonggok tanah liat di pinggir sungai, bercampur dengan kotoran dan lumpur. Kemudian suatu hari, seorang bertangan kotor, berbadan besar dan mengerikan mengambilku dengan kasar dari pinggir sungai dan melemparku ke sebuah roda berputar.
Kemudian dia memutar-mutarku hingga aku merasa pusing, “Stop! Stop! Berhenti!” teriakku, tapi orang itu berkata “Belum” lalu ia mulai meninjuku berulang-ulang. “Stop! Stop!” teriakku lagi. Tapi orang itu masih saja meninjuku tanpa ampun, tanpa menghiraukan teriakanku, bahkan lebih parah lagi, dia memasukkanku ke dalam perapian. “Panas! Panas!” teriakku keras, “Stop! Ampun! Apa salahku padamu?” “Stop! Cukup!” teriakku lagi. Tetapi orang itu berkata “Belum!”.
Akhirnya ia mengangkatku dari perapian dan membiarkanku hingga dingin. Kupikir pederitaanku berakhir . oh, ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita dan ia mulai mewarnaiku. Asapnya begitu memualkan, “Stop! Stop!” aku berteriak, tapi wanita itu tidak peduli, sambil berkata “Belum!”.
Lalu ia memberikanku pada seorang pria kasar, pria yang sangat kubenci! Ia memasukkanku kedalam perapian yang lebih panas dari sebelumnya. “Tolong! Hentikan penyiksaan ini! Apa salahku pada kalian? Ampun!” Tapi mereka todak peduli dengan teriakakku, hingga akhirnya mereka mengangkatku dan membiarkanku dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku di etalasi kaca ini. Di sini aku melihat diriku dan terkejut. Aku hampir tidak percaya kerena aku yang hanya tanah liat tak berharga berubah menjadi sebuah cangkir yang bernilai tinggi. Hilang sudah dendamku pada para perajin itu, ingin aku mencium tangannya yang telah menjadikanku cangkir seperti sekarang.* (El-Hakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar